Read more: http://pelajaran-blog.blogspot.com/2011/04/membuat-read-more-otomatis-auto.html#ixzz1yUtQifeE el chant: MENGAPA HARUS AKU, TUHAN...???

Minggu, 27 Mei 2012

MENGAPA HARUS AKU, TUHAN...???

angin sepoi-sepoi menampar kulit wajahku dengan lembut namun pasti, seperti hendak mengelabuhi hatiku yang sedang dilanda kerisauan karena pikiranku yang terbang jauh di awang-awang. Ragaku hendak memberontak, tetapi hatiku seakan menahannya dengan kelembutannya yang khas. Aku ingin menangis tapi tidak kuasa air mata ini mampu meneteskan airnya. Aku ingin berteriak tapi suaraku tercekat, hanya mampu keluar sampai tenggorokanku saja -- dan aku tak mampu menyuarakannya-- walaupun hanya berupa bisikan semata. Di sini aku hanya bisa terdiam memandang gelapnya awan mendung yang menutupi cerahnya langit biru, yang hanya sekejap mampu mempengaruhi hatiku.

Baru satu bulan yang lalu, aku merasakan kebahagiaan yang luar biasa di batas harapanku.Memang sebelumnya aku merasakan ketidakpastian, apakah benar bahagia ini setia membawaku sampai saat ini. Tapi aku mampu menikmatinya hingga hari aku terpuruk karena luka batin yang aku alami.

Hari itu, aku merasa yakin dia akan bisa sadar bahwa orang yang selama ini di dekatnyalah yang akan selalu memberikannya perhatian -- bahkan cinta yang tulus, setulus cinta sejati.


"Dedy sayang, Amel mau dibawa kemana to...?. Masih jauh ya...?". Tanya Amel --pacarku-- bertubi-tubi. Tapi aku tetap dalam pendirianku, karena aku ingin memberikan suatu kejutan buat kekasihku tercinta. Aku hanya masih memikirkan kata-kata apa yang bakal aku sampaikan sebelumnya untuk menenangkan hati Amel, agar dia tidak begitu risau karena aku membawanya jauh -- terlalu jauh dari rumah -- seperti ini. Dan ini adalah kali pertama aku membawanya keluar kota, hanya untuk menunjukkan sesuatu kepadanya.
"Sayang, bentar lagi udah nyampai kok. Sabar ya..". Jawabku pada akhirnya untuk menenangkan hatinya. Memang jauh dari perkiraan, perjalanan yang sebenarnya bisa dilalui hanya 3 jam perjalanan, karena jalanan macet total -- kebiasaan hari minggu -- perjalanan kali itu terpaut 5 jam perjalanan. Aku sendiri juga merasa tidak tenang karena ketidakberaturan jadwal ini.

Tidak berapa lama setelah terlalu bersabar menenangkan hati Amel, akhirnya kita sampai disebuah taman yang indah di tengah kota yang penuh dengan semerbak bunga. Mengapa aku harus jauh-jauh membawa kekasihku ke jantung kota--bahkan hanya untuk membawanya ke taman--itu adalah hal lain yang aku pikirkan untuk menghadirkan sensasi tersendiri dalam proses ini.

Taman itu benar-benar terletak di jantung kota, tetapi udara di situ sungguh menyegarkan dengan adanya bunga-bunga yang selalu bermekaran dan semerbak wanginya membuat lupa bahwa sebenarnya kita berada di tengah-tengah kota yang sangat sibuk dengan aktivitasnya. banyak pohon rindang yang tumbuh tertata rapi di setiap bagiannya. Yang membuatku tertarik ingin mengajaknya ke sana terlebih karena taman itu berbeda dari taman-taman lainnya, dengan adanya sebuah restoran yang bersih, rapi dan penataan ruang yang menyerupai tempo jaman dulu--bahkan semua alat yang dipergunakan di restoran itu masih bertempo jaman dulu. Walaupun begitu, kesan modern dan romantis menjadi bagian dari restoran mungil di pinggir taman tersebut.

Walaupun saat itu adalah hari minggu, tetapi keadaan taman tidak begitu ramai seperti sebelumnya saat aku pertama kali datang ke sana. setelah memarkir mobil, aku langsung membawa Amel berkeliling taman dan memperlihatkan keindahan taman agar pikiran kita menjadi fress stelahnya. Tetapi yang aku herankan sedari tadi, Amel sama sekali terdiam seperti ingin menyampaikan sesuatu tetapi belum bisa ia ungkapkan kepadaku. Aku hanya berfikir, bukankah aku yang seharusnya bingung dan gundah, karena aku yang ingin menyampaikan sesuatu kepada Amel yang sedari dulu masih kupendam perlahan dan dalam, di dalam lubuk hatiku.

"Dedy sayang, ehhm...aku berfikir dari tadi....mengapa kou membawaku kemari, ke sebuah taman indah ini..?". Tanya Amel kemudian, yang akhirnya mampu mengungkapkan keragu-raguannya yang sedari tadi sudah bisa kubaca dari raut mukanya.
"Tidak ada apa-apa sayang...". Jawabku kemudian, dan aku langsung menyesal sesudahnya karena tidak berkata jujur padanya langsung."Mari kita makan, pasti sayang udah lapar kan...??". Ajakku kemudian. Dengan anggukan pelan, Amel mengiyakakn ajakanku, walaupun aku tahu dia tetap menaruh curiga dengan mimik wajahnya yang aneh.

Aku sudah memesan sebuah tempat yang romantis di dalam salah satunya restoran yang berada di taman itu lengkap dengan alunan musik yang romantis pula. Aku hanya ingin menyampaikan kesan yang romantis dan berkesan untuk hal ini, dan selalu diingat oleh Amel selamanya. Aku memilih tempat yang lumayan teduh oleh pohon rindang dan di sampingnya terdapat kolam ikan yang terdapat air mancur beriak merdu. Aku benar-benar berharap Amel akan menyukainya.

Kesan yang aku tangkap setelah kita sampai ke tempat yang aku maksud adalah wajah bimbang dari sorot mata Amel yang menambah kebimbanganku akan tempat yang aku pesan. Aku takut mengecewakaknnya. Tapi kata-kata yang keluar dari mulut Amel sangat berbeda dari dugaanku sebelumnya.

"Aku senaaang sekali....sangat..sangaaat senang...". Kata-kata yang keluar dari mulut Amel, dengan penekanan kata yang membuatku tambah bingung, karena dia tidak mengatakannya dengan tersenyum gembira tetapi hanya semburat senyum untuk menghargai usahaku saja.
Aku membalas senyum simpulnya. "Syukurlah...". Hanya kata itu yang keluar dai mulutku sendiri.

Setelah kita duduk, baru ia berbicara lebih banyak lagi. Aku benar-benar tidak mengerti dengan apa yang ia bicarakan saat itu, karena saharusnya itu adalah waktuku untuk berbicara bukan mendengarkan kata-katanya. Ia terus berbicara, sampai pada satu pembahasan yang membuatku ingin menangis layaknya seseorang yang tidak kuasa lagi menahan perihnya rasa sakit yang paling dalam. Memang aku bukanlah lelaki yang gampang menangis walaupun menghadapi suatu masalah seberat apapun selama hidupku, tatapi mungkin kali itu air mataku sudah tidak bisa terbendung lagi. Dan aku hanya bisa diam menitikkan air mataku walaupun tidak sampai tersedu.

"Baiklah kalo begitu, mari kita pulang sekarang saja, aku tidak mau membebani batinmu lagi dengan terus berada di sini". Kataku kemudian dengan tanpa berpikir panjang. Amel hanya menuruti kata-kataku saja dengan diamnya, setelah berbicara panjang lebar. Aku sudah tidak kuasa menahan perasaanku saat itu. Yang aku pikirkan hanyalah bagaimana secepatnya aku mengantarkan Amel kembali ke rumah, dan setelah itu aku tidak tahu lagi.

Sesampainya di rumah Amel, aku langsung pergi tanpa mengucapkan sepatah katapun padanya dan untungnya rumahnya sedang sepi. Aku ingin langsung menuju rumahku secepatnya dan tidur sampai pagi, itulah pikiran pertama yang berkecamuk dalam pikiranku. Tetapi sesampainya di tengah jalan, kuhentikan mobil yang kukendarai di tengah sawah di bawah pohon di tepi jalan. Aku turun dan melihat sawah yang masih hijau seperti padang sabana karena masih baru ditanami dan mulai menghijau. Angin sepoi-sepoi menampar pipiku dengan kelembutannya yang khas dan mulai menyejukkan jiwaku. Lalu aku mulai memejamkan mata untuk menikmati udaranya yang menggelora jiwaku di sore itu.

Sesaat mataku terbuka karena mengingat kata-kata itu, kata-kata yang di ucapkan Amel sebelumnya yang telah mencabik-cabik hatiku. Kata-kata itu kembali menghampiriku, dan terlalu jelas seperti ingin menyiksaku.
"Mas Dedy, apakah kou ingin melamarku...?". Tanyanya pada awalnya yang langsung menebak niatku dengan sempurna, tapi ada kata yang aneh, dia memanggilku 'mas' bukan 'sayang' lagi.
"Terima kasih sekali dengan semua persiapan yang seromantis ini, aku benar-benar sangat senang sekali. Mungkin aku adalah wanita yang sangat beruntung di dunia ini. Tetapi aku ingin menyampaikan sesuatu yang lebih penting kepada mas Dedy sebelumnya". Unkapnya langsung tanpa meminta pertimbangan dariku sebelumnya.
"Maaf, apabila aku tidak menyampaikan semua ini lebih awal dari sebelumnya, karena aku juga membutuhkan waktu yang tepat untuk memnyampaikannya kepada mas Dedy". Aku hanya semakin heran dibuatnya, tetapi aku hanya bisa terdiam mendengar tutur katanya. Dan kata-kata itu muncul, tepat menusuk jantungku.
"Aku sudah BERTUNANGAN, bahkan sebelum aku bertemu dengan mas Dedy". Kata-kata itu benar-benar membuatku tidak mampu berfikir.
"Aku akan menikah bulan depan nanti, dan sekarang aku sedang mempersiapkan segalanya. Tolong maafkan aku mas Dedy, karna kekhilafanku. Dan aku baru tahu, ternyata dia adalah temanmu". Dia mengucapkannya dengan menangis tersedu, tetapi aku sudah tidak bisa berfikir lagi. Aku hanya ingin meneriakkan suara hati ini dengan lantang dimana tidak ada seorangpun mendengarnya.
"MENGAPA HARUS AKU, TUHAN...??"
























1 komentar:

  1. sebuah karya yang begitu menyentuh dan kreatif..tak banyak yang bisa Q katakan dalam komentar ini,karena begitu bagusnya.,,
    :)

    BalasHapus

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...